Gamelan bisa dikatakan sebagai alat musik yang hampir menyebar di
seluruh wilayah kepulauan Indonesia. Gamelan berada di Pulau Jawa,
Kalimantan, Lombok dan Bali. Gamelan di wilayah Lombok merupakan musik
akulturasi kebudayaan Bali dan etnis sasak. Dalam musik gamelan ini
sangat terlihat jelas pengaruh musik Bali pada warna musiknya. Hal ini
disebabkan karena pada sejarahnya, salah satu prajurit Bali telah
melakukan invasi ke daerah Lombik dalam rangka perluasan wilayah dan
berhasil menguasai Lombok. Sehingga kebudayaannya pun berasimilasi
dengan kebudayaan setempat.Salah satunya musik gamelan. Namun, menurut
para pakar dari sasak sendiri, gamelan di Lombok dan di Bali memiliki
beberapa perbedaan dalam nada dan sebagainya. Meskipun untuk orang awam,
perbedaan ini mungkin tidak terlalu signifikan.
Berbeda dengan Gendang Beleq yang dimainkan sambil berdiri atau berjalan, gamelan dimainkan dengan duduk. Pada zaman dahulu, gamelan dimainkan hanya di keraton – keraton sebagai hiburan raja.
Instrumen yang ada di gamelan antara lain :
a. Saron berjumlah 6 buah
b. Kantil berjumlah 2 buah
c. Pugah berjumlah 1 buah
d. Barangan / Trompong berjumlah 11 buah
e. Calong berjumlah 2 buah
f. Rinciq berjumlah 1 buah
g. Pethuk berjumlah 1 buah
h. Gong berjumlah 2 buah
i. Jibraq berjumlah 2 buah
j. Seluring besar berjumlah 1 buah
k. Seruling kecil berjumlah 1 buah
l. Gendang berjumlah 2 buah
Gamelan, oleh masyarakat sasak dan pemainnya dianggap mempunyai nilai supranatural maupun magic. Oleh karena itu, tidak boleh dimainkan secara sembarangan. Sebelum dimainkan, alat – alat gamelan harus melewati prosesi tertentu. Di daerah ini ada kepercayaan yang mengharuskan untuk memberikan sesaji sebelum gamelan dimainkan. Sesaji ini disiapkan oleh yang punya hajat (pengundang gamelan). Prosesi ini membutuhkan uba rampe berupa ayam, kemenyan, minyak, beras, berbagai bunga, daun sirih dan sebagainya. Apabila salah satu kebutuhan sesaji itu tidak terpenuhi, gamelan tidak akan dibunyikan sampai dipenuhi. Menurut kepercayaan salah satu pemilik grup gamelan di desa Lendang Nangka ini, apabila sesaji tersebut tidak dipenuhi, akan ada beberapa gangguan bagi masyarakat maupun pemilik hajat.
Setelah diadakan prosesi, gamelan tidak boleh dimainkan sebelum ada yang memukul gong sebanyak 3 kali. Setelah gong dipukul, pemain gamelan akan mengambil posisinya masing – masing kemudian gamelan akan dimainkan dengan ditandai dengan dimainkannya pugah sebagai pembawa melodinya.
Prosesi dan aturan supranatural tersebut tidak hanya berlaku pada saat gamelan dimainkan, tetapi juga pada saat proses pembuatan gamelan. Pada saat pembutannya, sesaji juga harus diberikan dan diganti secara periodik sampai gamelan jadi. Selain itu, beberapa aturan juga berlaku dalam pembuatan gamelan. Salah satu contohnya adalah, gamelan yang belum selesai dibuat tidak boleh dilihat siapapun, terutama untuk kaum wanita. Bahkan, untuk wanita yang mengalami menstruasi, melihat gamelan pada saat pembuatan haram hukumnya atau sangat dilarang.
Berbeda dengan Gendang Beleq yang dimainkan sambil berdiri atau berjalan, gamelan dimainkan dengan duduk. Pada zaman dahulu, gamelan dimainkan hanya di keraton – keraton sebagai hiburan raja.
Instrumen yang ada di gamelan antara lain :
a. Saron berjumlah 6 buah
b. Kantil berjumlah 2 buah
c. Pugah berjumlah 1 buah
d. Barangan / Trompong berjumlah 11 buah
e. Calong berjumlah 2 buah
f. Rinciq berjumlah 1 buah
g. Pethuk berjumlah 1 buah
h. Gong berjumlah 2 buah
i. Jibraq berjumlah 2 buah
j. Seluring besar berjumlah 1 buah
k. Seruling kecil berjumlah 1 buah
l. Gendang berjumlah 2 buah
Gamelan, oleh masyarakat sasak dan pemainnya dianggap mempunyai nilai supranatural maupun magic. Oleh karena itu, tidak boleh dimainkan secara sembarangan. Sebelum dimainkan, alat – alat gamelan harus melewati prosesi tertentu. Di daerah ini ada kepercayaan yang mengharuskan untuk memberikan sesaji sebelum gamelan dimainkan. Sesaji ini disiapkan oleh yang punya hajat (pengundang gamelan). Prosesi ini membutuhkan uba rampe berupa ayam, kemenyan, minyak, beras, berbagai bunga, daun sirih dan sebagainya. Apabila salah satu kebutuhan sesaji itu tidak terpenuhi, gamelan tidak akan dibunyikan sampai dipenuhi. Menurut kepercayaan salah satu pemilik grup gamelan di desa Lendang Nangka ini, apabila sesaji tersebut tidak dipenuhi, akan ada beberapa gangguan bagi masyarakat maupun pemilik hajat.
Setelah diadakan prosesi, gamelan tidak boleh dimainkan sebelum ada yang memukul gong sebanyak 3 kali. Setelah gong dipukul, pemain gamelan akan mengambil posisinya masing – masing kemudian gamelan akan dimainkan dengan ditandai dengan dimainkannya pugah sebagai pembawa melodinya.
Prosesi dan aturan supranatural tersebut tidak hanya berlaku pada saat gamelan dimainkan, tetapi juga pada saat proses pembuatan gamelan. Pada saat pembutannya, sesaji juga harus diberikan dan diganti secara periodik sampai gamelan jadi. Selain itu, beberapa aturan juga berlaku dalam pembuatan gamelan. Salah satu contohnya adalah, gamelan yang belum selesai dibuat tidak boleh dilihat siapapun, terutama untuk kaum wanita. Bahkan, untuk wanita yang mengalami menstruasi, melihat gamelan pada saat pembuatan haram hukumnya atau sangat dilarang.
No comments:
Post a Comment